artikel "Sumpah Pemuda 1928: Tonggak Persatuan Bangsa Indonesia"

 

Sumpah Pemuda 1928: Tonggak Persatuan Bangsa Indonesia

Oleh : agung Kifli 23046040



Tanggal 28 Oktober 1928 menjadi salah satu tanggal paling bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Pada hari itu, para pemuda dari berbagai daerah di Nusantara berkumpul dan mengikrarkan tekad yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Peristiwa ini bukan hanya sekadar deklarasi, melainkan sebuah revolusi pemikiran yang mengubah cara pandang masyarakat Indonesia tentang konsep persatuan dan identitas kebangsaan.

Latar Belakang Kongres Pemuda II

Pada awal abad ke-20, Indonesia masih terpecah-belah dalam berbagai organisasi kedaerahan. Terdapat Jong Java untuk pemuda Jawa, Jong Sumatranen Bond untuk pemuda Sumatera, Jong Ambon untuk pemuda Ambon, dan berbagai organisasi pemuda lainnya berdasarkan asal daerah. Meskipun semua organisasi ini memiliki tujuan yang sama yaitu kemerdekaan Indonesia, mereka masih bergerak secara terpisah-pisah.

Kesadaran akan pentingnya persatuan mulai muncul setelah Kongres Pemuda I yang diselenggarakan pada tahun 1926. Kongres tersebut menghasilkan kesepakatan untuk mengadakan kongres lanjutan yang lebih komprehensif. Dua tahun kemudian, atas inisiatif Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), diselenggarakanlah Kongres Pemuda II.

Pelaksanaan Kongres Pemuda II

Kongres Pemuda II berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 27-28 Oktober 1928, di tiga tempat berbeda di Jakarta (yang saat itu bernama Batavia). Hari pertama diselenggarakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond di Lapangan Banteng, hari kedua di Gedung Oost-Java Bioscoop, dan hari ketiga di Gedung Indonesische Clubhuis di Jalan Kramat Raya 106.

Kongres ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai organisasi pemuda, antara lain Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi, dan Sekar Rukun. Tokoh-tokoh muda yang berperan penting dalam kongres ini meliputi Sugondo Djojopuspito sebagai ketua, Muhammad Yamin sebagai wakil ketua, dan Amir Sjarifuddin sebagai sekretaris.

Pembahasan dan Perdebatan

Selama dua hari kongres, para peserta membahas berbagai isu penting terkait persatuan bangsa. Terdapat tiga pokok bahasan utama yang diangkat:

Tanah Air: Para peserta sepakat bahwa tanah air Indonesia adalah satu, yaitu Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Konsep ini melampaui batas-batas kedaerahan yang selama ini menjadi dasar organisasi pemuda.

Bangsa: Meskipun terdapat keberagaman suku, agama, dan budaya, para peserta menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah satu. Keberagaman justru menjadi kekuatan yang memperkaya identitas kebangsaan.

Bahasa: Perdebatan paling sengit terjadi pada pembahasan bahasa persatuan. Beberapa peserta mengusulkan bahasa Jawa karena mayoritas penduduk Indonesia adalah suku Jawa, namun akhirnya disepakati bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan karena lebih mudah dipahami oleh berbagai suku di Indonesia.

Ikrar Bersejarah

Pada hari terakhir kongres, 28 Oktober 1928, para peserta mengikrarkan Sumpah Pemuda yang berbunyi:

"Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."

Ikrar ini dibacakan oleh Soegondo Djojopuspito dan diikuti oleh seluruh peserta kongres. Pada saat yang sama, untuk pertama kalinya lagu "Indonesia Raya" karya W.R. Supratman dimainkan dengan biola, menambah khidmat suasana bersejarah tersebut.

Dampak dan Makna Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda memiliki dampak yang luar biasa bagi pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pertama, ikrar ini berhasil menyatukan berbagai organisasi pemuda kedaerahan menjadi satu gerakan nasional. Kedua, konsep "Indonesia" sebagai identitas kebangsaan mulai mengakar kuat dalam kesadaran masyarakat.

Ketiga, penggunaan istilah "bahasa Indonesia" menggantikan "bahasa Melayu" menunjukkan kesadaran untuk membangun identitas yang benar-benar baru dan merdeka. Keempat, Sumpah Pemuda menjadi fondasi ideologis bagi perjuangan kemerdekaan yang kemudian diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

 

Relevansi di Era Modern

Nilai-nilai Sumpah Pemuda tetap relevan hingga saat ini. Di era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, tantangan terhadap persatuan bangsa justru semakin kompleks. Isu SARA, hoaks, dan polarisasi politik seringkali mengancam keutuhan bangsa.

Semangat Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa keberagaman bukanlah penghalang untuk bersatu, melainkan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan. Konsep Bhinneka Tunggal Ika yang diusung para pendiri bangsa berakar dari semangat persatuan yang dideklarasikan pada 28 Oktober 1928.

Sumpah Pemuda 1928 bukan sekadar peristiwa masa lalu, melainkan komitmen yang harus terus dihidupkan oleh setiap generasi Indonesia. Para pemuda saat ini memiliki tanggung jawab untuk meneruskan estafet perjuangan, bukan lagi melawan penjajah fisik, melainkan melawan kemiskinan, kebodohan, dan perpecahan.

Seperti yang dikatakan oleh Bung Karno, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya." Menghargai jasa para pemuda 1928 bukan hanya dengan mengingat peristiwa bersejarah tersebut, melainkan dengan mengimplementasikan nilai-nilai persatuan dalam kehidupan sehari-hari.

Semangat "satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa" harus terus menjadi perekat bangsa Indonesia di tengah tantangan zaman yang terus berubah. Hanya dengan persatuan dan kesatuan, Indonesia dapat meraih cita-cita para founding fathers untuk menjadi bangsa yang maju, adil, dan makmur

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berita kuliah umum "membangun jaringan internasional generasi muda"

Feature "TIMNAS INDONESIA: PERJUANGAN MENUJU PIALA DUNIA 2026"